
Maunanusantara.com
SANTRI, ULAMA, DAN JEJAK PERJUANGAN: Lembaga Ma’arif NU At-Taqwa Kalanganyar
Gelar Upacara Hari Santri 2025
Lamongan, 22 Oktober 2025. Di bawah langit pagi yang bening dan semilir angin sawah Kalanganyar, ratusan santri berbaris rapi di halaman lembaga pendidikan Ma’arif At- Taqwa. Bendera merah putih berkibar diiringi lantunan shalawat dan lagu kebangsaan “Ya Lal Wathan”. Sejak pukul tujuh pagi, suasana penuh khidmat menyelimuti kompleks madrasah yang menaungi satuan pendidikan PAUD, TK, MI, MTs, dan TPQ Asyafi’iyah An-Nahdliyah ini.
Hari itu, Rabu 22 Oktober 2025, menjadi momentum istimewa bagi keluarga besar Lembaga Ma’arif At-Taqwa Kalanganyar, Kecamatan Karanggeneng, Kabupaten Lamongan.

Mereka menggelar Upacara Hari Santri 2025, yang diikuti oleh seluruh santri dari berbagai tingkatan pendidikan, para guru, serta para tokoh penggerak lembaga. Tak hanya sekadar seremoni tahunan, kegiatan ini menjadi ruang peneguhan jati diri santri dan sarana menumbuhkan kembali semangat perjuangan ulama dalam bingkai pendidikan Islam.


Kebersamaan yang Mendidik Jiwa
Dari kejauhan tampak para santri kecil berseragam putih bersih, sebagian mengenakan peci dan kerudung hijau khas NU. Anak-anak PAUD dan TK berbaris paling depan, senyum polos mereka menyiratkan kegembiraan yang tulus. Di belakang mereka, para santri MI dan MTs berdiri tegap, sementara guru-guru mengelilingi mereka dengan pandangan penuh kebanggaan.
Kepala MI At-Taqwa, Ismail, dalam sambutannya menegaskan bahwa peringatan Hari Santri bukan hanya kegiatan seremonial, melainkan pengingat akan tanggung jawab besar generasi penerus dalam melanjutkan perjuangan para ulama.
- “Kita ingin menanamkan kepada anak-anak sejak dini, bahwa menjadi santri berarti siap meneruskan perjuangan para ulama NU, menjaga nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, serta berkhidmah untuk agama dan bangsa,” ujarnya dalam sambutan di hadapan peserta upacara.
Senada dengan itu, Sonhaji, Kepala MTs At-Taqwa, menambahkan bahwa kegiatan ini juga berfungsi sebagai wahana penguatan karakter kebangsaan. Menurutnya, santri harus tumbuh menjadi generasi yang cerdas, berakhlak, dan cinta tanah air.
- “Santri adalah benteng moral bangsa. Mereka harus mampu menjadi teladan di masyarakat; baik dalam ilmu, ibadah, maupun perilaku sosial,” ucapnya lantang.
Dari sisi pendidikan anak usia dini, Bu Ainul, Kepala PAUD dan TK At-Taqwa, menyoroti pentingnya menanamkan nilai religius dan cinta ulama sejak masa kanak-kanak.
- “Kami membiasakan anak-anak untuk mencintai ulama, mencintai masjid, dan terbiasa dengan kegiatan keagamaan. Dari hal-hal kecil itu tumbuh rasa cinta terhadap ilmu dan semangat menjadi bagian dari perjuangan Islam,” tuturnya lembut.
Sementara itu, Ustadzah Zakiya, selaku Kepala TPQ An-Nahdliyah, mengungkapkan rasa syukur atas antusiasme seluruh peserta. Ia berharap kegiatan ini bisa menjadi wasilah (perantara) untuk meneguhkan niat dan langkah para santri dalam menempuh jalan ilmu.
- “Semoga dari tempat ini lahir generasi Qurani, yang tidak hanya pandai membaca Al-Qur’an, tetapi juga memahami dan mengamalkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.

Ritual Ziarah: Menyambung Rantai Keberkahan

Usai pelaksanaan upacara, seluruh peserta melakukan ziarah bersama ke makam pendiri Madrasah At-Taqwa, KH. Jayadi, yang terletak tidak jauh dari area madrasah.
Suasana berubah lebih hening dan khusyuk ketika rombongan berjalan dengan tertib menuju kompleks makam. Shalawat, tahlil, dan doa bersama dipimpin oleh para ustadz dan guru senior.
KH. Jayadi merupakan murid dari KH. Kholil Bangkalan, seorang ulama karismatik yang menjadi guru dari banyak tokoh besar, termasuk KH. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama. Dengan menziarahi pendirinya, keluarga besar Ma’arif At-Taqwa ingin menyambung sanad keilmuan dan spiritualitas dengan para pendahulu.

Dalam tradisi pesantren, ziarah bukan hanya penghormatan terhadap yang telah wafat, melainkan juga bentuk kesadaran sejarah; bahwa ilmu dan perjuangan tidak lahir dari ruang hampa. KH. Jayadi telah mewariskan bukan hanya lembaga pendidikan, tapi juga nilai-nilai kesederhanaan, keikhlasan, dan pengabdian yang menjadi napas hidup para santri hingga kini.
“Ziarah ini bukan sekadar mengenang. Ini adalah cara kita menyambung ruh perjuangan. Dengan berdoa di pusara beliau, kita belajar untuk melanjutkan apa yang telah dimulai,” Ujar Kepala Madrasah Ustadz Ismail yang menegaskan makna ziarah dalam konteks pendidikan spiritual.
Rutinan yang Menumbuhkan Identitas Santri
Peringatan Hari Santri di Lembaga Ma’arif At-Taqwa Kalanganyar bukanlah perayaan baru. Menurut panitia, kegiatan serupa telah dilaksanakan secara rutin setiap tahun, dan selalu disambut dengan antusias oleh warga sekitar. Namun, tahun ini memiliki nuansa yang lebih kuat: selain upacara dan ziarah, pihak madrasah juga berencana memperluas rute ziarah ke sejumlah makam ulama lain di wilayah Lamongan dan sekitarnya.
“InsyaAllah, ke depan kami ingin menambah beberapa titik ziarah; seperti ke makam-makam ulama pejuang di sekitar Karanggeneng dan Paciran. Ini penting agar anak-anak mengenal lebih banyak sosok ulama yang berjasa bagi agama dan bangsa,” jelas Ismail di sela-sela kegiatan.
Baginya, mengenalkan sejarah perjuangan ulama dan pesantren sama pentingnya dengan mengajarkan ilmu agama. Sebab, dari sanalah tumbuh rasa hormat, semangat berjuang, dan kesadaran identitas sebagai santri.
Nilai-Nilai Hari Santri: Dari Spirit Hingga Tindakan
Peringatan Hari Santri selalu mengandung makna yang luas. Ia bukan hanya soal mengenakan sarung dan peci, tetapi tentang meneguhkan kembali ruh perjuangan para ulama. Peringatan ini menjadi momentum untuk merefleksikan peran santri di masa kini, sebagai generasi yang menghadapi tantangan global, namun berakar kuat pada nilai-nilai Islam Nusantara.
Di tengah derasnya arus modernitas dan digitalisasi, pendidikan ala pesantren seperti di Ma’arif At-Taqwa tetap menjadi benteng moral dan kebudayaan. Melalui lembaga- lembaga pendidikan di bawah naungan NU, nilai-nilai tawadhu’, cinta tanah air, dan moderasi beragama terus diwariskan dari generasi ke generasi.
Kegiatan hari itu bukan sekadar simbol, melainkan sebuah proses pembentukan karakter. Anak-anak diajarkan disiplin melalui barisan upacara, kesopanan melalui penghormatan kepada guru, cinta ulama melalui ziarah, dan solidaritas melalui kebersamaan. Semua itu merupakan bentuk pendidikan yang utuh, yang tidak hanya menajamkan akal, tapi juga mengasah hati.
Santri untuk Negeri
Menjelang akhir acara, seluruh peserta kembali ke halaman madrasah dengan wajah sumringah. Anak-anak TK melambai kecil kepada guru mereka, para santri MTs sibuk mendokumentasikan kegiatan, sementara guru-guru menata kembali perlengkapan upacara dengan tertib.
Sebelum menutup kegiatan, panitia bersama para kepala sekolah berdoa bersama agar seluruh keluarga besar Lembaga Ma’arif At-Taqwa senantiasa diberi kekuatan untuk melanjutkan perjuangan para ulama.

“Santri bukan masa lalu, tetapi masa depan bangsa. Kita berharap dari madrasah ini lahir generasi yang tangguh, berilmu, dan berakhlak, sebagaimana cita-cita KH. Jayadi dan para pendiri pesantren,” ujar Kepsek Mts. Sonhaji menutup kegiatan.
Dengan semangat Hari Santri, Lembaga Ma’arif At-Taqwa Kalanganyar menegaskan kembali bahwa pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tetapi penerusan estafet perjuangan.
Dari barisan santri kecil hingga para guru, semuanya menjadi saksi bahwa nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan masih hidup dan tumbuh di bumi Lamongan, di bawah naungan doa dan berkah para ulama.
Pewarta: Miftakhul Khoiri
 
                     
                     
                     
                     
                     
                    